MODUL AJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM

Sistem Subak dalam Pengelolaan Air secara Berkelanjutan

Disusun oleh:

Sang Putu Kaler Surata

Made Surya Hermawan

Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Depasar

A. IDENTITAS

  1. Jenjang Pendidikan: SMP
  2. Kelas/Semester: Fase D (Kelas VIII) / Semester 2
  3. Materi Pelajaran: Ekosistem (Pengelolaan Air di Sawah Berbasis Sistem Subak)
  4. Model Pembelajaran: Kooperatif Jigsaw berbasis Projek
  5. Media Pembelajaran: Simulasi interaktif berbasis CSDTs
  6. Alokasi Waktu: 6 JP
  7. Prasyarat: Siswa memiliki pengalaman mengaplikasikan simulasi CSDTs

B. DESKRIPSI MODUL

Modul Ajar ini dirancang untuk memberikan pengalaman yang mendalam bagi siswa dalam memahami konsep Sistem Sains serta aplikasinya dalam konteks kehidupan nyata dan keberlanjutan pertanian. Siswa diajak untuk berpikir secara holistik, menyelesaikan masalah, dan bekerja dalam tim untuk menemukan solusi yang berbasis pada data dan nilai-nilai lokal.

C. PERMASALAHAN YANG DICARI SOLUSINYA

Modul ajar ini bertujuan untuk mencari solusi terhadap beberapa permasalahan aktual yang relevan dengan pertanian berkelanjutan, perubahan iklim global, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, serta pendidikan yang berfokus pada solusi berbasis sistem. Beberapa permasalahan yang dihadapi adalah:

1. Kurangnya Konteks Lokal dalam Pembelajaran STEM

  1. Masalah: Pendidikan STEM di Indonesia sering kali kurang mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari dengan konteks lokal, seperti sistem pertanian tradisional, budaya, dan ekosistem setempat. Hal ini menyebabkan siswa merasa materi yang diajarkan tidak relevan dengan kehidupan mereka dan tantangan yang dihadapi di sekitar mereka.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: Pendekatan STEM yang selama ini diterapkan bersifat ekstraktif, yaitu mengandalkan pengetahuan dan teknologi yang tidak memperhatikan konteks budaya dan ekosistem lokal. Hal ini menciptakan pembelajaran yang tidak terhubung dengan kehidupan nyata siswa.
  3. Solusi melalui Modul: Modul ini mengintegrasikan Sistem Subak, sebuah sistem pertanian yang kaya akan nilai budaya lokal dan keberlanjutan ekologi. Dengan memanfaatkan simulasi berbasis CSDTs, siswa diajak untuk mempelajari STEM melalui kearifan lokal yang dapat diterapkan langsung di lingkungan mereka, seperti pengelolaan air, keberagaman hayati, dan pertanian yang ramah lingkungan. Melalui penerapan STEM Generatif, siswa diajak untuk menghubungkan konsep-konsep STEM dengan kehidupan nyata mereka dan tantangan lokal yang dihadapi.

2. Kurangnya Integrasi antarmata Pelajaran dalam Pembelajaran STEM

  1. Masalah: Pembelajaran STEM sering kali terpisah-pisah dalam masing-masing mata pelajaran (matematika, sains, teknologi, dan rekayasa) tanpa ada keterkaitan yang jelas antar materi. Hal ini mengakibatkan siswa kesulitan untuk melihat hubungan antara berbagai konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: Pendekatan STEM ekstraktif cenderung memisahkan berbagai elemen pengetahuan tanpa memperhatikan bagaimana konsep-konsep tersebut dapat digabungkan untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Hal ini membuat pembelajaran STEM terasa terputus-putus dan tidak relevan.
  3. Solusi melalui Modul: Modul ini dirancang untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran seperti matematika, ilmu pengetahuan alam (IPA), teknologi, dan pendidikan lingkungan dalam satu proyek pembelajaran yang berbasis pada pertanian berkelanjutan. Dengan pendekatan Project-Based Learning (PBL), siswa akan mengerjakan proyek bersama yang melibatkan berbagai aspek dari berbagai mata pelajaran. Misalnya, mereka akan menggunakan matematika untuk menghitung kebutuhan air, IPA untuk memahami siklus gas rumah kaca, teknologi untuk memantau suhu dan volume air, serta pendidikan lingkungan untuk menilai dampak dari praktik pertanian terhadap ekosistem lokal.

3. Perubahan Iklim dan Emisi Gas Rumah Kaca

  1. Masalah: Sawah menyumbang 11% dari total emisi metana global. Pengelolaan sawah yang buruk menyebabkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, yang memperburuk pemanasan global.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: Pendekatan STEM ekstraktif tidak memberikan ruang untuk inovasi yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan. Sebaliknya, pendekatan ini cenderung menekankan hasil jangka pendek tanpa memperhatikan dampak jangka panjang terhadap iklim dan lingkungan.
  3. Solusi melalui Modul: Melalui praktik irigasi intermittent (macak-macak), yang mengurangi emisi metana hingga 70%, siswa diajak untuk memahami pengaruh sistem pertanian terhadap perubahan iklim. Sistem Subak yang berbasis pada STEM Generatif mengintegrasikan keberlanjutan ekologis ke dalam pembelajaran, memberikan solusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim sambil tetap meningkatkan produktivitas pertanian.

4. Krisis Sumber Daya Air

  1. Masalah: Terbatasnya sumber daya air menjadi tantangan besar dalam pertanian, terutama dalam produksi padi, yang membutuhkan banyak air.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: STEM ekstraktif seringkali tidak memprioritaskan efisiensi penggunaan sumber daya alam, seperti air, dalam proses pertanian. Praktik-praktik yang lebih berorientasi pada keuntungan jangka pendek sering kali tidak mempertimbangkan kelestarian sumber daya alam.
  3. Solusi melalui Modul: Modul ini mengajarkan siswa bagaimana mengelola air secara efisien dengan menggunakan teknologi sensor untuk memantau tinggi permukaan air dan memahami hubungan antara pengeringan sawah dan penghematan air. Dengan penerapan prinsip STEM Generatif, siswa belajar untuk berpikir tentang bagaimana memanfaatkan teknologi dan pengetahuan lokal untuk menciptakan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan.

5. Penggunaan Pupuk dan Pestisida yang Berlebihan

  1. Masalah: Penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan dapat merusak lingkungan dan mencemari ekosistem perairan, serta mengganggu keanekaragaman hayati.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: Pendekatan STEM ekstraktif sering mengandalkan penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang merusak keseimbangan ekosistem. Pendekatan ini kurang mengedepankan solusi berbasis keberlanjutan yang lebih ramah lingkungan.
  3. Solusi melalui Modul: Dengan mengintegrasikan prinsip pertanian organik dalam sistem Subak, modul ini mengajarkan siswa bagaimana gulma yang tumbuh selama pengeringan sawah berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem tanpa perlu pestisida. Menggunakan STEM Generatif, siswa dapat mempelajari bagaimana teknologi dapat mendukung praktik pertanian yang ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan pada bahan kimia, dan mendukung keberagaman hayati.

6. Keterbatasan Pengetahuan tentang Teknologi Pertanian yang Berkelanjutan

  1. Masalah: Banyak petani masih kurang familiar dengan teknologi modern yang dapat meningkatkan keberlanjutan pertanian mereka, seperti penggunaan sensor untuk memantau kualitas air dan suhu.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: STEM ekstraktif cenderung terfokus pada teknologi yang dapat langsung meningkatkan produksi, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang atau dampak lingkungan.
  3. Solusi melalui Modul: Modul ini memperkenalkan penggunaan simulasi berbasis komputer yang memungkinkan siswa untuk mengukur dan menganalisis data terkait suasana dan pengelolaan air di sawah. Ini adalah bagian dari penerapan STEM Generatif, yang mengajak siswa untuk menggabungkan pengetahuan lokal dengan teknologi modern untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan dalam pertanian.

7. Ketergantungan pada Praktik Pertanian Konvensional yang Tidak Berkelanjutan

  1. Masalah: Banyak petani yang masih mengikuti praktik pertanian konvensional yang berfokus pada hasil cepat dan tidak berkelanjutan, seperti penggunaan varietas padi hibrida dan teknologi yang merusak tanah.
  2. Kelemahan STEM Ekstraktif: Praktik ini mengutamakan efisiensi produksi tanpa memperhatikan keberlanjutan dalam jangka panjang, yang justru dapat menyebabkan degradasi lingkungan dan kerusakan ekosistem.
  3. Solusi melalui Modul: Dengan mengintegrasikan sistem Subak, yang mengedepankan keberagaman hayati dan pertanian yang berkelanjutan, siswa belajar bagaimana praktik tradisional dapat berfungsi sebagai solusi terhadap tantangan pertanian modern. Menggunakan STEM Generatif, siswa memahami pentingnya pendekatan berbasis sistem yang mengutamakan hubungan saling mendukung antara ekosistem, sosial, dan ekonomi, serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

D. Tantangan Penggunaan Modul ini

Sebagai bagian dari pengalaman belajar yang lebih interaktif, siswa dapat mengakses dan menjalankan simulasi melalui aplikasi komputer yang disebut CSDTs (Culturally Situated Design Tools) melalui laman: https://csdt.org/. Alat pembelajaran tersebut dirancang untuk menghubungkan konsep-konsep ilmiah dengan konteks budaya lokal, memungkinkan siswa untuk memvisualisasikan dan menguji konsep-konsep dalam situasi nyata. Dengan menggunakan CSDTs, siswa dapat memahami interaksi antara sains, teknologi, dan budaya, serta mengaplikasikan pengetahuan dalam solusi yang berkelanjutan dan relevan dengan tantangan lokal. Gambar 1 menunjukkan dua orang siswa sedang berdiskusi tentang salah satu simulasi dalam CSDTs yang tersedia dalam laman ini: https://csdt.org/projects/51178/run?lang=id#.

Gambar 1

Gambar 1. Siswa sedang mencoba mengembangkan bentuk baru anyaman daun kelapa muda berbasis simulasi CSDTs.

Melalui kegiatan pembelajaran dalam modul ini siswa dapat memvisualisasikan pengelolaan air dan sistem Subak di Bali, menguji konsep-konsep yang dipelajari dalam situasi yang lebih realistis dan berbasis data. CSDTs memungkinkan siswa untuk memahami bagaimana sains, teknologi, dan budaya bekerja bersama dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, serta memberi kesempatan untuk mengeksplorasi solusi inovatif terhadap tantangan lingkungan yang dihadapi masyarakat.

E. Capaian Pembelajaran (CP)

1. Elemen Literasi Sains (IPA)

Literasi sains adalah kemampuan untuk memahami, menerapkan, dan mengevaluasi konsep-konsep ilmiah yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Modul ini mendukung literasi sains dengan cara:

  • Pemahaman Konsep Sains (IPA): Siswa akan mempelajari konsep-konsep ilmiah seperti siklus air, gas rumah kaca, pengelolaan air, dampak perubahan iklim, dan interaksi dalam ekosistem, khususnya dalam konteks pengelolaan air berbasis sistem Subak.
  • Aplikasi Sains dalam Kehidupan Nyata: Konsep-konsep ilmiah ini diintegrasikan dalam konteks kehidupan nyata, seperti pertanian berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam, dan perubahan iklim yang relevan dengan tantangan lokal yang dihadapi siswa.
  • Penggunaan Teknologi: Simulasi CSDTs sebagai media pembelajaran memungkinkan siswa untuk memvisualisasikan dan memahami hubungan antara suhu, emisi gas metana, pengelolaan air, dan hasil pertanian, meningkatkan kemampuan mereka untuk menganalisis dan membuat keputusan berbasis data ilmiah.
  • Menganalisis dan Mengevaluasi Data: Siswa diharapkan untuk mengolah dan menganalisis data eksperimen mengenai suhu tanah, volume air, dan gas metana untuk memahami dampaknya terhadap ekosistem dan pertanian.

2. Elemen Keterampilan Proses:

Keterampilan proses mengacu pada kemampuan untuk merencanakan, mengumpulkan data, menganalisis informasi, dan menyajikan hasil eksperimen secara sistematis. Dalam modul ini, elemen keterampilan proses yang dikembangkan antara lain:

  • Merencanakan dan Melakukan Penyelidikan: Siswa merencanakan langkah-langkah eksperimen untuk menjawab tantangan yang diberikan, seperti memodifikasi parameter dalam simulasi untuk mengamati pengaruh suhu, volume air, dan emisi gas metana.
  • Menggunakan Alat dan Bahan dalam Pengamatan: Siswa menggunakan berbagai alat bantu, termasuk simulasi berbasis CSDTs, untuk melakukan pengukuran suhu, volume air, dan gas metana secara real-time.
  • Mengumpulkan, Memproses, dan Menganalisis Data: Siswa mengumpulkan data eksperimen dan memprosesnya untuk menarik kesimpulan, baik dalam bentuk grafik, tabel, atau diagram yang menggambarkan hubungan antar variabel.
  • Menyajikan Data dalam Bentuk Visual: Siswa diminta untuk menyusun laporan, grafik, diagram, atau poster ilmiah yang menyajikan data secara sistematis dan logis.
  • Evaluasi dan Refleksi: Siswa dilatih untuk mengevaluasi hasil eksperimen dan membandingkannya dengan teori yang ada. Ini melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi kesalahan dalam metodologi dan memperbaiki proses penyelidikan.

3. Kompetensi yang Ditingkatkan:

  • Kemampuan berpikir sistematis: Dengan menggunakan simulasi untuk memodelkan hubungan antara berbagai faktor dalam pertanian, siswa dilatih untuk berpikir sistematis mengenai interaksi antar variabel (suhu, volume air, gas metana, hasil panen).
  • Kemampuan berpikir kritis dan problem-solving: Siswa menganalisis data eksperimen, menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah, dan merumuskan solusi untuk masalah pengelolaan air dan keberlanjutan pertanian.
  • Kemampuan kolaborasi dan komunikasi: Pembelajaran berbasis proyek dengan model Cooperative Jigsaw mengembangkan keterampilan kolaborasi siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok dan mempresentasikan hasil secara efektif.

F. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran ini, siswa diharapkan mampu:

  1. Menjelaskan konsep irigasi intermittent (macak-macak) dalam sistem Subak dan hubungannya dengan suhu, emisi gas metana, dan hasil panen padi.
  2. Mengolah dan menganalisis data eksperimen mengenai suhu, volume air, gas metana, dan hasil panen padi melalui simulasi CSDTs.
  3. Bekerja secara kolaboratif dalam kelompok ahli dan kelompok asal untuk menyusun laporan ilmiah tentang eksperimen yang telah dilakukan.
  4. Menulis laporan ilmiah dan mempresentasikan hasil eksperimen berdasarkan analisis data eksperimen.

G. Materi Pembelajaran

  1. Ekosistem Subak
  2. Irigasi intermittent (macak-macak)
  3. Pengelolaan air dalam sistem pertanian
  4. Dampak suhu dan pengelolaan air terhadap emisi gas metana dan hasil panen padi

H. Pertanyaan Pemantik

Pernahkah kalian mendengar tentang sistem Subak yang digunakan oleh petani di Bali untuk mengelola air di sawah mereka? Sistem ini sangat unik karena menggabungkan kearifan lokal dan keberlanjutan ekologi.

  • Apakah kamu pernah melihat sawah yang tergenang air terus-menerus?
  • Apa yang terjadi pada tanah dan tanaman di sana?
  • Apakah kamu tahu bagaimana sistem Subak di Bali mengelola air dengan cara yang ramah lingkungan?
  • Apa yang akan terjadi jika kita tidak mulai berpikir lebih efisien dalam penggunaan air di pertanian?
  • Apa hubungan antara pengelolaan air di sawah dan pengurangan emisi gas metana?

I. Pemahaman Bermakna

Setelah pembelajaran dengan modul ini, siswa akan memperoleh pemahaman bermakna mengenai pentingnya pengelolaan air yang berkelanjutan dalam sistem Subak, serta bagaimana konsep-konsep dalam STEM (Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika) dapat diterapkan dalam konteks lokal. Siswa akan memahami bagaimana pengelolaan air yang efisien dapat mempengaruhi keberagaman hayati, emisi gas metana, dan hasil panen padi. Selain itu, mereka juga akan belajar menggunakan teknologi dan simulasi untuk menganalisis data eksperimen, serta menghubungkan hasil eksperimen dengan praktik pertanian berkelanjutan. Pembelajaran ini tidak hanya memberikan pengetahuan ilmiah, tetapi juga melibatkan siswa dalam penerapan solusi berbasis sistem untuk tantangan lingkungan nyata di sekitar mereka.

J. Kegiatan Pembelajaran